Novel
“Karena Kerendahan Boedi” Karya Said Daeng Muntu
A.
Identitas Buku
1. Judul Buku : Karena Kerendahan Boedi
2. Penulis : Said Daeng Muntu
3. Penerbit : Balai Pustaka
4. Tahun Terbit : 1941
5. Kota Terbit : Jakarta
B. Sinopsis
Novel
ini menceritakan Nuripah, seorang gadis yang bersekolah di Jakarta. Ia baru
menginjak tingkat dua di A.M.S Jakarta itu tiba-tiba disuruh pulang oleh
orangtuanya di Kampung karena hendak menikahkan Nuripah dengan seorang kepala
suku, yaitu Arung Mallawa. Walaupun dalam hatinya menolak karena sebenarnya
Nuripah sudah memiliki pacar di Jakarta, yaitu Yunus. Namun, karena hormat pada
orang tuanya dia terpaksa pulang dan menikah dengan Arung Mallawa.
Sebaliknya,
Yunus pun telah dijodohkan oleh orang tuanya. Yunus hendak dijodohkan dengan
gadis Minangkabau. Di Minahasa, Nuripah tidak bahagia menikah dengan Arung,
rupanya, Nuripah bergaul erat dengan Mondouw. Dia adalah pemuda modern yang
bersekolah di sekolah pertanian Bogor. Nuripah ternyata jatuh hati pada Mondouw,
begitupun sebaliknya Mondouw juga mencintai Nuripah, bahkan Mondouw berjanji
akan melarikan Nuripah dari cengkeraman Arung, ke Manado mereka disana akan
menikah. Untuk melancarkan niatnya itu, Mondouw memutuskan untuk berangkat dulu
ke Manado sedangkan Nuripah untuk sementara waktu menunggu dulu di Makassar.
Setelah menunggu beberapa lama, akhirnya Nuripah menerima kabar juga dari
Mondouw yang telah dinantinya. Namun sayang, berita yang ia dapatkan justru
berita pahit. Mondouw minta maaf, karena ia telah dipaksa menikah oleh orang
tuanya untuk menikah dengan gadis Manado.
Hati
Nuripah hancur labur dan tak menentu. Hidup Nuripah di Makassar terlunta-lunta.
Dia tidak punya pegangan lagi, suami dan anaknya telah ia tinggalkan karena
saran Mondouw waktu lalu. Sudah beberapa bulan rumah kontrakannya tidak ia
bayar. Bakareng, si tuan rumah yang kaya itu hendak mengusirnya. Namun entah
mengapa ia membatalkannya. Sebab setelah berpapasan muka dengan Nuripah,
Bakareng jatuh cinta pada Nuripah. Kesempatan itu tidak disia-siakan oleh
Nuripah.
Nuripah
yang terlantung-lantung dan putus asa itu, betul-betul memanfaatkan Bakareng.
Dengan segala bujuk dan rayuan, Nuripah akhirnya dapat memanfaatkan uang
Bakareng untuk pergi ke Pulau Jawa, Nuripah hidup dari hotel ke hotel sebagai
wanita panggilan. Uang Bakareng sudah ludes diperas oleh Nuripah. Namun,
sebagai seorang perempuan yang tadinya merupakan keturunan baik-baik, ia
berusaha untuk menghentikan perilaku buruknya itu. Dia hendak kembali ke jalan
yang lurus, serta menjadi ibu yang baik. Nuripah begitu rindu pada Bakhtiar,
putranya. Walaupun dia sudah berusaha, namun nasibnya tetap begitu sampai akhir
khayatnya. Nuripah terus saja di jalan yang tidak benar, dia tetap menjadi
wanita panggilan.
Nuripah
frustasi sebab ia pernah sampai memelas dan mencium kaki suaminya di Surabaya,
agar ia masih bisa diterima sebagai istrinya atau sebagai inang pangasuh
anaknya. Namun betapa hancur Nuripah, jangankan sampai bisa kembali menjadi
istrinya maupun inang bagi anak kandungnya sendiri. Segala kesalahan yang dulu
ia lakukan tidak dimaafkan oleh suaminya. Sungguh kasihan dan perihnya hidup
Nuripah.
No comments:
Post a Comment