Novel “La Hami” Karya Marah Rusli
A. Identitas Buku
1.
Judul Buku : La Hami
2.
Penulis : Marah Rusli
3.
Penebit : Balai Pustaka
4.
Tahun Terbit : 1953
5.
Kota Terbit : Jakarta
B.
Sinopsis
Novel
ini mengisahkan La Hami, putra angkat dari Ompu Keli dan Istrinya yang tengah
disuruh untuk bertandang ke Gunung Donggo. Perjalanan La Hami mengendarai kuda
sumba dengan senjata parang, tombak, panah, jerat, dan tanpa membawa bekal
makanan. Dalam perjalanannya La Hami melalui Sanggar, di Sanggar La Hami disambut
baik oleh Ompu Ito bahkan La Hami diberi bekal makananan olehnya.
Selain
perjalanan menuju Gunung Donggo, La Hami juga melakukan perjalanan menuju Bima.
Dalam perjalanan menuju Bima, La Hami mengalami beberapa halangan, La Hami
turun dari Gunung Soromandi ke Bima tanpa menunggang kuda. Ketika menyeberang
menuju Bima, La Hami ikut nelayan yang bernama Kifa dan menginap di rumahnya.
Kebetulan di tempat tinggal Kifa tengah ada perayaan Maulid Nabi dan upacara
perayaan Sirih Puan yang diramaikan dengan permainan kuraci (berpukul-pukulan
badan dengan rotan) dan permainan bersepak kaki. Setelah mencoba beberapa
permainan, La Hami pamit untuk pulang.
Malam
hari Ompu Keli bercerita kepada La Hami tentang asal usulnya. Di ceritakan 24
tahun yang lalu, yang menjadi Datuk Rangga di negeri Sumbawa adalah Raja Ahong
atau Ompu Keli dan didampingi sang istri Putri Nakia. Saat itu Raja Sumbawa
adalah Sultan Badrunsyah. Kepergiannya karena saat itu keadaan tidak stabil.
Terjadilah fitnah dari Daeng Matita yang haus jabatan, ia bekerja sama dengan
Ponto Wanike, seorang pimpinan pajak dari Pulau Ragi.
Pada
suatu hari, Ompu Keli memancing ikan di pantai, disitulah Dewa mendengar
tangisan bayi. Setelah didekati ternyata seorang bayi laki-laki berumur sekitar
satu bulan yang diletakkan di atas sampan beralaskan tikar jontal yang baik
anyamannya. Berkalungkan dokoh yang terbuat dari emas, berselimutkan sutera
bertekad emas dan semuanya berciri dari Bima. Di bawanya pulang dan diberi nama
La Hami, Putri Nakia merasa senang karena selama ini tak berketurunan.
Terdengar
kabar oleh Daeng Matita bahwa Raja Ahong yang menyingkirkan diri dari Sumbawa
kini ada di pantai Sanggar dan mengganti namanya menjadi Ompu Keli, hal
menimbulkan kembali dendam 24 tahun lalu. Daeng Matita segera melakukan misi
penyerangan Sanggar. Daeng Matita bekerja sama dengan Ponto Wanike, Ponto
Wanike menyerang pantai Sanggar dan Daeng Matita menyerang dari arah darat
yakni di lembah Jambu.
Rencana
penyerangan pasukan Sumba ke pasukan Sanggar telah tercium oleh pasukan Sanggar
sehingga pasukan Sanggar telah bersiap-siap. Penyerangan itu pasukan yang mati
dan luka-luka lebih banyak di pihak Sumba. Dengan gagah berani, Ponto Wanike
dapat dibunuh oleh La Hami.
Di
sisi lain, dalam perjalanan Daeng Matita di hadang oleh pasukan Sanggar dan
peperangan terjadi dengan dahsyatnya. Pasukan Sumba kewalahan karena mengharapkan
bantuan dari pasukan lain tak kunjung datang sementara pasukan Sanggar mendapat
bantuan dari Dompo dan Kempo, semakin paniklah Daeng Matita. Daeng Matita kabur
setelah menebas rusuk Ompu Keli, namun setelah dikerjar oleh pasukan Sanggar
Daeng Matita dapat dilumpuhkansedangkan pasukan yang tersisa diampuni dan
kembali ke Sumba.
Sultan
Komarudin yang sedang bercengkerama dengan permaisuri Cahya Amin dan putrinya
Putri Sari Langkas, teringatlah bahwa suatu saat tak ada yang dapat mengantikan
posisinya karena ia tak memiliki anak putra. Anak sulungnya telah diculik 24
tahun lalu sedangkan Putri Sari Langkas adalah anak kedua. Akhirnya teringatlah
permaisuri akan La Hami karena seumuran dengan putranya yang diculik dan
perawakannya mirip Sultan Komarudin. Permaisuri pun teringat bahwa Raja Ahong
tidak memiliki anak, kemudian permaisuri mengutus pengawal untuk mencari tahu
tentang La Hami ke Sanggar. Beberapa hari kemudian, utusan pun memberi kabar
bahwa La Hami adalah anak angkat yang ditemukan di pantai Sanggar ketika masih
berumur sekitar satu bulan dengan tanda-tanda sehelai tilam daun jontal,
sehelai selimut buatan Bimadan dokoh emas yang amat permainya. Mendengar kabar
dari utusannya, permaisuri amat bahagia dan yakin bahwa La Hami adalah
putranya. Permaisuri menyuruh utusannya untuk menjemput La Hami.
Sultan
Bima Sultan Komarudin akan datang ke Dompo untuk menjemput putranya La Hami.
Perjalanan Sultan Komarudin ke Dompo bersama Raja Ajong, permaisuri Cahya Amin
dan Putri Sari Langkas diiringi oleh Putri Nakia dan La Hami dengan Lalu Jala.
Dalam perjalanan menuju Sanggar terlihatlah kalau Lalu Jala menyukai Putri Sari
Langkas.
Pada
suatu hari Sultan Bima bermaksud untuk melamar Putri Nila Kanti untuk La Hami
dan Raja Sanggar Sultan Amarullah melamar Putri Sari Langkas kepada Sultan Bima
untuk Lalu Jala. Pada hari yang telah ditentukan, dilangsungkan perkawinan
empat sejoli ini dengan meriah. Beberapa bulan kemudian La Hami dinobatkan
menjadi Sultan Bima dengan gelar Sultan Abdul Hamid dan Lalu Jala dinobatkan
menjadi Sultan Sanggar dengan gelar Sultan Abdul Jalal.
No comments:
Post a Comment